Kamis, 01 April 2010

Nonton Wayang Orang



Seorang penjaga pintu menyambut dengan ramah, saat saya melangkahkan kaki masuk ke gedung pertunjukan. Segera terlihat beberapa perempuan paruh baya dengan dandanan batik bertugas menyambut dan mengantar para penonton menuju ke kursi masing-masing. Ramah, semuanya ramah. Di dalam, penonton dengan berbagai rentang usia sudah memadati kursi-kursi yang tersedia. Ada pasangan nenek dan kakek, ibu-bapak beserta keluarganya, pasangan muda, mahasiswa, dll. Nuansa seni sangat kental di dalam ruangan ini, sangat berbeda dengan suasana bioskop 21 yang penuh dengan anak-anak muda yang hanya mencari hiburan semata.

Terlihat beberapa orang mahasiswa jurusan seni sedang memasang sebuah kamera, untuk mendokumentasikan pertunjukan yang sebentar lagi akan berlangsung. Mereka mungkin sedang mencari bahan untuk skripsi atau tugas kuliah lainnya. Tiba-tiba, dari sebelah kiri muncul tiga orang turis mancanegara, yang tentu saja menambah gengsi pertunjukan malam itu. Salah seorang ibu berbaju batik mengantar saya menuju ke kursi yang sesuai dengan nomor tiket. Saya diantar menuju deretan penonton yang kebetulan semuanya perempuan. Segera saja saya terlibat perbincangan dengan mereka. Belakangan saya baru mengetahui, ternyata wanita di sebelah saya adalah mantan penari; mantan mahasiswi jurusan seni tari dari Solo.

Tidak sabar saya menunggu. Sudah lama sekali saya tidak menonton wayang orang. Wayang orang terasa hanya seperti sebuah kenangan samar-samar dari masa kecil. Saya sudah lupa, namun tidak pernah bermaksud melupakannya.

Pertunjukan dimulai, tepat pada pukul 08.30 malam. Oh ya, cerita malam ini berjudul "Semar Kridha".

Mata saya melotot ketika tiga orang penari dengan pakaian layaknya dewi-dewi kahyangan muncul membuka pertunjukan dan langsung meliuk-liuk dengan lemah gemulai seiring dengan gamelan yang mengalun. Ah, sungguh cantik mereka, menebarkan pesona yang segera memabukkan para lelaki.

Cerita kemudian dimulai dengan sebuah pertemuan di Kerajaan Ganggapura. Sang Raja, Prabu Dibyasura, sedang berdiskusi dengan Patih dan para punggawanya. Sang Raja diperankan oleh seorang lelaki berbadan besar dan atletis. Ia memiliki suara yang nyaring, dan wajahnya dirias dengan gaya seperti seorang raksasa; merah dan bertaring. Sedangkan para punggawanya juga diperankan oleh orang-orang bertubuh kencang. Kostum yang dikenakan mereka bagus-bagus. Mereka semua sedang membicarakan keadaan kerajaan yang banyak ditimpa musibah. Menurut wangsit yang diterima Sang Prabu, Kerajaan Ganggapura baru dapat terbebas dari segala macam musibah itu, bila mampu mempersembahkan tumbal. Namun, tumbal yang diminta tidak sembarangan, yaitu nyawa Prabu Kresna (Raja Dwarawati) atau Ki Lurah Semar (punakawan yang tinggal di desa Klampis Ireng).

Sang Prabu dan balatentaranya segera berangkat menuju Kerajaan Dwarawati untuk membunuh Prabu Kresna. Di tengah perjalanan, mereka di hadang oleh rombongan Raden Samba (putra Prabu Kresna) dan Patih Setyaki. Pertempuran terjadi dan dimenangkan oleh Prabu Dibyasura. Tetapi, Prabu Dibyasura menyadari bahwa halangan yang dihadapi untuk melenyapkan Prabu Kresna sangat berat, maka mereka lalu memutuskan untuk mengalihkan sasaran ke Desa Klampis Ireng. Para pemain menyajikan pertempuran ini dengan indah dan lucu, membuat saya harus mengakui bahwa pencipta pertunjukan Wayang Orang ini adalah para koreografer yang handal. Mereka adalah orang-orang yang jenius.

Pertunjukan kemudian beralih ke Klampis Ireng. Di sini, kita akan bertemu dengan Gareng, Petruk dan Bagong. Mereka semua adalah bintang pertunjukan di malam itu, terutama si Gareng (pemeran Gareng kebetulan dihadirkan dari Semarang). Gareng, Petruk dan Bagong sedang membicarakan tentang ayah mereka, Semar yang sedang sakit. Obrolan dan tingkah mereka mengundang banyak tawa dari para penonton.

Singkat cerita, Prabu Dibyasura sampai di desa Klampis Ireng. Terjadi pertempuran antara Gareng bersaudara dengan pasukan Ganggapura. Gatotkaca dan Antasena datang membantu Gareng, namun mereka semua dapat dikalahkan dan ditawan. Bima dan Arjuna dari para Pandawa juga datang membantu. Tetapi, mereka juga tidak mampu melawan Prabu Dibyasura; semuanya kalah dan ditawan. Di sela-sela pertempuran, seorang penjual nasi goreng datang membawa nasi ke penonton yang duduk di depan saya. Penonton itu menerimanya dan makan nasi goreng tersebut. Oh, baru saya sadari ternyata kita bisa memesan makanan dan menikmatinya langsung sambil menonton pertunjukan. Wah wah.... sungguh suasana yang asyik.

Tokoh yang tersisa tinggal Prabu Kresna dan Yudistira. Mereka kemudian bertemu dengan seorang ksatria tampan yang bernama Bambang Saranajati (diperankan oleh Kenthus, yang sering muncul di Ketoprak Humor). Bambang Saranajati bersedia membantu Prabu Kresna, asalkan nanti di perang Baratayuda diperbolehkan berada di pihak Pandawa.

Terjadilah pertempuran antara Bambang Saranajati dengan Prabu Dibyasura. Prabu Dibyasura berhasil dikalahkan, dan kembali ke wujud asalnya, yaitu Batari Durga, istri Batara Guru (dewa Siwa). Sementara itu, Bambang Saranajati juga kembali ke wujud asalnya, yang ternyata adalah Ki Lurah Semar. Batari Durga rupanya hanya bermaksud menguji kasih sayang dan kesetiaan Pandawa terhadap para Punakawannya.

Cerita berakhir. Tanpa terasa waktu telah menunjukkan pukul 12.10 malam. Sungguh, saya tidak menyadari berlalunya waktu karena terlalu asyik. Malam itu, saya pulang dengan hati puas. Saya tidak pernah menyangka akan dapat melihat pertunjukan indah, dan membuat perut terpingkal-pingkal, tetapi disertai dengan berbagai pesan moral yang berharga.

Oh ya, jika anda ingin melihat wayang orang, jika anda tertarik untuk melihat salah satu kesenian peninggalan nenek moyang kita, jika anda ingin menikmati suasana yang eksotis, dan jika anda bosan dengan dunia hiburan kota yang membuat jiwa keruh, datanglah ke gedung pertunjukan Wayang Orang Barata, di daerah Senen, seratus meter sebelum terminal bus senen. Pertunjukan diadakan satu minggu sekali, setiap hari sabtu malam minggu.

Mari kita lestarikan budaya tradisional peninggalan nenek moyang.


Minggu, 07 Maret 2010

Asal Usul b.Smaradahana

Kemarin, ada beberapa org teman, cewek dan cowok, yg bertanya kepada saya arti dari nama belakang saya, yaitu Smaradahana. Saya menjawab dg 2 buah kata singkat, "Tidak tahu...".
Yah, saya mengambil nama ini sambil lalu saja, ketika membaca sebuah judul tembang atau kidung Jawa; asmaradhana.

Karena jd ikut penasaran, akhirnya saya tergerak untuk mencari arti nama belakang saya itu.
Dan, seperti yang saya duga dan yang sudah banyak diketahui oleh sebagian besar masyarakat, terutama masyarakat Jawa yang telah pada lahir beberapa dekade yang lampau (orang-orang tua), saya menemukan bahwa: Asmaradhana adalah syair cinta. Ia adalah salah satu tembang macapat (tembang peninggalan kesusasteraan Jawa) yang bernuansa cinta. Saya sendiri tidak mengetahui bagaimana nada atau pun salah satu syair dari lagu tersebut; saya tidak pernah mempelajarinya. Satu-satunya tembang macapat yang bisa saya nyanyikan hanyalah Pocung. ^_^

Namun, selain menjadi nama sebuah kidung, Asmaradhana ternyata merupakan sebuah cerita kuno dalam pewayangan, atau dalam kesusatraan Jawa Kuno. Asmaradhana adalah cerita cerita percintaan antara Batara Kamajaya dan Dewi Ratih. Ya, ternyata orang-orang Jawa sejak jaman dahulu sudah menyukai cerita-cerita percintaan. Pantas saja sekarang keturunan-keturunan mereka sangat menyukai cerita-cerita percintaan di sinetron-sinetron. Meskipun sekarang kebanyakan cerita asmara di sinetron itu tidak bermutu, alias picisan.

Nah, selain itu, Asmaradhana juga merupakan salah satu penggalan dari seri Babad Tanah Jawa, khususnya pada seri babad Prambanan. Ceritanya tentang putri kerajaan Pengging yg mengadakan sayembara mencari calon suami. Isi ceritanya memang mengenai kegalauan hati; kegalauan hati sang putri dlm menemukan sang pangeran, atau juga kegalauan hati sang pangeran (dlm hal ini pangeran yg tampan seperti saya...hahaha) untuk memperebutkan sang putri.... Mungkin ini adalah versi lain dari cerita rakyat Putri Loro Jonggrang dan Bandung Bondowoso yang terkenal itu.

Nah, dari beberapa hal di atas, bisa disimpulkan bahwa tidak diragukan lg bahwa Asmaradhana adalah nama bagi Sang Pemuja Cinta. Jadi, atas nama cinta, dengan bangga saya menyandang nama ini...^_*

B.Smaradahana